Dibalik kegiatan Leave No Trace 2007



Regenerasi, Latihan dan Prakteknya...



Layaknya sebuah organisasi seperti pada umumnya, yang namanya regenerasi itu harus dilakukan supaya organisasi itu bisa tetap eksis. Sebagai salah satu kegiatan ekstra kurikuler di sekolahku, organisasi pencinta alam juga diberi kesempatan untuk melakukan perekrutan calon anggota baru. Hal itu biasanya dilakukan setiap awal tahun ajaran baru pada semester pertama. Bukan hal yang mudah untuk bisa mempertahankan kehidupan organisasi ini di suatu lingkungan yang masih memandang aneh dan cenderung negatif pada kegiatan yang kami lakukan. Entah kenapa justru dalam kondisi seperti itulah aku merasa tertantang untuk bisa terus mempertahankan organisasi ini. Uang bukan tujuanku dalam hal ini karena apa yang kudapat dari pihak sekolah tidak sebanding dengan apa yang sudah aku keluarkan dari kantong pribadiku. Tidak apa-apa, terkadang untuk mendapatkan kepuasan batin uang tidak menjadi halangan buatku.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, aku membentuk satu team yang bertugas sebagai panitia penerimaan calon anggota baru. Team ini bertugas untuk menyebarkan formulir kepada siswa dan siswi kelas 10 dan 11 ( kelas 1 dan 2 ) dan melakukan promosi. Promosi ini biasa dilakukan dengan cara menempelkan foto-foto kegiatan kami yang sudah pernah dilakukan pada masa-masa sebelumnya sehingga sedikit banyak hal itu bisa menjelaskan kepada mereka tentang organisasi kami ini. Targetku adalah bisa merekrut minimal 20 calon anggota baru dan itu adalah jumlah yang sangat sedikit mengingat jumlah keseluruhan siswa dan siswi kelas 10 dan 11 sekitar 640 anak. Menurutku akan lebih bermanfaat kalau organisasi ini mempunyai jumlah anggota yang sedikit namun semuanya memiliki rasa tanggung jawab dan loyalitas tinggi terhadap organisasinya. Aku ingat peristiwa beberapa bulan yang lalu ketika organisasi ini hampir hancur karena adanya tekanan dari pihak sekolah dan mundurnya beberapa anggota yang jumlahnya hampir separuh dari total anggota organisasi yang ada. Maka perekrutan ini akan aku buat seketat mungkin karena aku tidak ingin mendapatkan masalah di kemudian hari.

Dari sekian banyak formulir yang disebarkan oleh panitia, ternyata tercatat ada 63 nama siswa dan siswi yang menyatakan berminat untuk bergabung dengan organisasi kami ini. Beragam sekali motivasi mereka tapi dari pengamatanku di lapangan kebanyakan mereka hanya mencari pacar atau kenalan baru saja. Sebenarnya aku tidak mempermasalahkan niat mereka itu tapi dari pengalamanku, ketika ada sala satu anggota yang berpacaran dengan sesama rekannya dalam organisas dan entah karena apa kemudian mereka sedang bermasalah dalam hubungannya maka organisasi itu akan jadi korban. Mereka akan saling mencari dukungan dari rekan-rekannya dalam organisasi itu dan yang terjadi adalah macetnya komunikasi antar sesama anggota dan kegiatan pun terhenti. Maklumlah, darah mereka yang masih muda dan emosi mereka yang belum stabil membuat aku harus sering mengelus dada. Hehehehehe....sabar...sabar...!

Mengingat organisasi ini merupakan kegiatan ekstra kurikuler, maka dalam pelaksanaannya tidak bisa seleluasa organisasi kurikuler yang bersifat wajib seperti OSIS dan Pramuka. Waktu harus benar-benar di cari yang pas supaya tidak bentrok dengan kegiatan belajar mengajar siswa dan siswi ( KBM ). Liburan semester adalah waktu yang tepat untuk melakukan 1 kegiatan yang akan membutuhkan waktu beberapa hari dalam melaksanakan kegiatan di luar sekolah. Menunggu waktu itu tiba maka aku menggunakan hari-hari libur pendek untuk melakukan tes mental dan fisik serta pemberian materi secara singkat tentang ilmu kepencinta alaman. Materi favorit mereka adalah Rock Climbing dan Mountaineering karena hal itu merupakan sesuatu yang baru bagi mereka. Untuk materi Manajemen Organisasi, P3K, Kepimpinan dan Manajemen diri kurang begitu di minati karena mungkin pelaksanaannya hampir selalu di dalam kelas. " Mungkin mereka bosan pak.." begitu panitia yang kubentuk menjawab ketika aku tanya kenapa tiap kali ada materi kelas jumlah calon anggotanya selalu sedikit yang datang. Ah, mereka tidak sadar kalau tindakan mereka sudah mengurangi kredit poin dari yang aku tetapkan. Seleksi alam memang benar ada dan aku terapkan dalam hal ini. Aku tidak mau mempunyai anak-anak didik yang mentalnya lembek dan cengeng. Baru disuruh datang untuk mengikuti latihan rutin dan pemberian materi saja sudah menyerah. Dasar...

Ternyata masalah tidak pernah berhenti begitu saja. Baru aku sadar kalau jumlah yang menyusut itu karena adanya pihak yang tidak suka dengan kegiatan yang dilakukan organisasi ini. Salah satu pembina PMR, Ibu X ternyata memberi tekanan yang tidak masuk akal yaitu memaksa murid-murid untuk masuk ke dalam organisasinya dengan ancaman nilai akan diberi angka 5 pada pelajaran Fisika yang diampunya. Untuk hal itu aku hanya bisa tersenyum saja karena melihat tindakannya yang seperti anak kecil. Namun aku tidak kuat juga ketika aku mendengar dari murid-muridku kalau dia mengatakan bahwa organisasi pencinta alam adalah organisasi yang kegiatannya adalah maksiat saja dan terlalu menghambur-hamburkan uang saja untuk membeli tali saja harus yang harganya 1 juta ke atas ( Tali Kernmantel..itu yang dia maksudkan! ), belum lagi untuk beli alumunium bundar saja yang 1 biji sampai 100 ribu lebih... ( Hmm...carabinner saja tidak tahu!).
"Brengsek...!" begitu umpatku menanggapi perbuatan dia. Aku tidak bisa tinggal diam lagi dan aku labrak dia..
" Kalau mau sekedar bermaksiat tidak perlu repot ke gunung bu..tinggal pergi ke losmen dan sewa kamar saja sudah beres!
" Lagian kalau masalah tali karnmantel yang harganya sampai 1 juta itu karena sudah tali itu sudah memenuhi prosedur standar keselamatan. Apa Ibu X mau bertanggung jawab atas keselamatan anak-anak kalau saya pakai tali plastik yang murah? "
Begitu kalimat yang aku ucapkan sama dia karena aku sudah tidak tahan lagi melihat tingkahnya. Memang benar, seorang oprtunis hanya akan selalu mencari selamat untuk dirinya sendiri dan aku melihat dia itu adalah seorang yang bermental opurtunis.

Perang dingin pun terjadi dan meskipun meja dia ada di depanku kami tidak pernah bertegur sapa. Murid-murid pun mengetahui hal ini tapi mereka pura-pura tidak tahu tapi aku yakin mereka pasti sudah bisa menilai mana yang benar dan mana yang salah. Latihan demi latihan kami laksanakan meskipun terkadang hasilnya tidak sesuai harapanku. Jumlah calon anggotapun mulai menyusut pelan tapi pasti. Sampai waktu yang aku tetapkan sebagai dead linenya tiba, jumlah yang tersisa adalah 6 orang saja. Mereka adalah Denis, Nur, Hesti, Agus, Irfan dan Ismail. Gagal? mungkin secara kuantitas iya karena target yang aku buat tidak tercapai tapi aku merasa berhasil secara kualitas. menurutku itu jauh lebih penting karena aku berhasil untuk tidak menurunkan kualitas tes yang aku berikan kepada mereka. Aku cukup bangga terhadap hasil kerjaku ini yang tentunya di bantu oleh anak-anak didikku yang lain. Sekarang aku tinggal memikirkan kegiatan apa yang sekiranya cocok aku berikan kepada mereka sekaligus untuk mempraktekkan materi yang sudah mereka dapatkan selama ini.

Leave No Trace, ya itulah kegiatan yang ingin aku laksanakan nanti. Ide ini muncul ketika pada suatu hari aku ke pergi ke Semarang dan menemukan buku ini di toko buku Grammedia Semarang. Buku yang di tulis Hendri Agustin ini menjelaskan dengan cukup gamblang apa itu Leave No Trace. Sebetulnya buku ini adalah kali kedua aku membeli karena buku yang sama sudah pernah aku beli tapi hilang di " pinjam " sama kawanku dan tidak pernah dikembalikan lagi kepadaku.Hehehehe...tidak apa-apa lah, mungkin dia memang benar-benar memerlukan dari pada aku! Tapi lain kali beli sendiri dong...sebel! :-(

Kemudian aku sampaikan ideku ini sekaligus membagikan foto kopian materi Leave No Trace untuk di pelajari sama mereka selama 1 minggu. Mereka sangat antusias menyambut ideku ini dan benar-benar mereka mempersiapkan segala sesuatunya dengan matang. Yang membuat aku terharu adalah ketika kutahu Ajat sampai di bela-belain ke kota Cirebon untuk membeli kompas, rain coat, parafin dan rain cover untuk tas carriernaya. Ismail malah lebih bersemangat lagi krena dia sampai nekat bekerja sebagai tukang angkat karung isi bawang merah untuk menambah uang sakunya dalam kegiatan ini. Benar-benar satu perjuangan yang sangat mengagumkan!


Hal-hal seperti inilah yang membuatku merasa sayang kalau sampai organisasi ini harus berhenti di tengah jalan. Aku sendiri tidak rela kalau organisasi sampai dihancurkan seseorang hanya karena dia merasa iri atau tidak senang dengan apa yang kami lakukan. Kalau anak-anak didikku saja meras memiliki organisasi ini kenapa aku yang membuatnya justru malah melemah? " Hal itu tidak boleh terjadi! " Begitu tekadku untuk menyelamatkan organisasi ini. Rencana perjalanan pun kami susun termasuk pemilihan daerah yang akan lewati termasuk berapa hari yang akan kami perlukan untuk menempuh perjalanan kami nantinya. Uang pun kami perhitungkan betul-betul supaya jangan sampai mengalami kejadian yang tidak diinginkan seperti yang di alami pada saat kami melakukan ekspedisi ke gunung Merapi dan gunung Merbabu tahun lalu. Kali ini kami sudah mendapat ijin dari pihak sekolah dan mendapat tambahan dana. Alhamdulillah...ternyata pihak sekolah masih punya hati juga terhadap kami.

Berita tidak enak kembali datang, kali ini berasal dari Denis. Hasil pemeriksaan dari dokter mengatakan dia masih terlalu lemah untuk mengikuti kegiatan ini karena dia baru saja sembuh dari sakit thypus 2 bulan lalu. secara fisik dia mengakui tidak ada keluhan namun aku tidak berani mengambil resiko kalau tetap memaksakan dia ikut karena hal itu sangat beresiko terhadap dirinya sendiri. Kecewa, itulah yang aku rasakan dari kalimat-kalimat dia setelah mendengar keputusanku ini. Apa boleh buat? Aku harus bersikap bijaksana untuk meredakan kekecewaan dia. Kemudian aku janjikan 1 kegiatan lagi yaitu mendaki gunung Slamet pada liburan semester berikutnya supaya dia tidak terlalu kecewa. Dia pun akhirnya bisa menerima tawaranku tadi. Lega rasanya...

Hari H yang di tunggupun tiba. Kembali semuanya berkumpul di rumah kontrakanku yang memang sudah menjadi Base camp anak-anak didikku. Ismail yang mukanya mirip anak Papua karena berkulit hitam dan berambut keriting, mendapat nama baru yaitu Denias! Hehehehe...padahal dia anak Brebes asli. Entah dari mana dia mendapat gen seperti itu karena aku sendiri tidak berani menerka-nerka..takut jadi su'udhon! Lalu kulihat Agus sedang membaca buku karya Hendri Agustin dan sesekali bertanya padaku tentang hal-hal yang menurut dia masih terasa asing bagi telinganya, Ajat yang sedang merayu Nur karena Nur sedang merasa cemburu gara-gara ada SMS nyasar ke HP Ajat. Di luar rumah, Lukman sedang menelepon pacarnya dan Qomarruzaman sepertinya sedang malu-malu kucing melakukan pendekatan ke Hesti yang memang kelihatan genit itu. Di pojok ruangan Irfan yang berwajah seperti orang yang mau menangis meskipun dia sedang tertawa, kulihat sedang melihat-lihat peta kontur yang menurut dia sangat rumit karena dia membandingkannya dengan peta Jawa Tengah! Ada-ada saja tingkah mereka ini...

Beberapa saat kemudian aku mengajak mereka berangkat dan berjalan menuju jalan raya. rencananya kami akan mencari tumpangan dari sana saja karena biasanya negosiasi harga on the spot lebih murah dan kami punya banyak pilihan. Kalau nasib bagus, kami malah bisa mendapatkan tumpangan gratis dan jujur saja saat ini kami lebih mengharapkan hal itu terjadi! Prinsip ekonomi harus tetap di pakai kan? Hehehehe...

Komentar

Fajar Wisnu Prabowo mengatakan…
Wah sayang banget pak, sekarang ASTAPALA seperti mati, Ismail dan Irvanpun sekarang melakukan ekspedisi sendiri. Coba Pak Guruh engga pindah ke Malaysia. Hendra Hadijaya Juga udah kangen lo sama bapak he...he...he....
Ni alamat e-mail saya
(fajarwisnu96@yahoo.co.id)

Postingan populer dari blog ini

My gears, my activities and my adventures

Hidup Yang Berarti