Merapi Merbabu Expedition 2006 ( Part 2 )
Catatan Perjalananku : Merapi - Merbabu 23 - 31 Januari 2006
25 Januari 2006, 08 : 20, Selo - Boyolali
" Bismillaahir Raahmanir Rahiim..." Begitu kuucapkan sebagai kalimat pembuka doa ketika kami melakukan doa bersama sebelum kegiatan pendakian kami ke gunung Merapi dimulai hari ini. Kalimat itu terasa sekali kekuatan magisnya ketika diucapkan dalam kondisi hati yang bersih dan sikap pasrah yang kita tunjukkan kepada Yang Maha Kuasa. Memang benar kata para pujangga yang mengakui bahwa kalimat dari Tuhan tidak ada bandingannya di dunia ini. Sesaat kemudian kami terdiam dalam suasana hening. Memohon perlindungan dan keselamatan kepada Allah SWT dan berharap semoga pendakian ke gunung Merapi bisa berjalan dengan lancar dan tanpa halangan. Doa pun selesai kami panjatkan dan perjalanana pun dimulai...
Maju berperang tanpa strategi adalah mati konyol dan melakukan pendakian tanpa sarapan terlebih dahulu adalah tindakan bodoh, maka langkah kami tujukan ke warung makan yang kebetulan memang banyak tersebar di sekitar pasar Selo. Menu yang kami santap pagi itu adalah nasi telur, sambel goreng tempe, sayur tumpang dan teh manis...alangkah sedapnya! Suasana sangat akrab terasa apalagi kami selingi dengan canda tawa dan joke-joke segar. Lagi-lagi Ajat yang menjadi korban bercandaan kami! Tak terasa kami hampir menghabiskan waktu 1 jam di warung itu. Sengaja kami buat santai perjalanan kami ini karena selain tujuannya untuk melakukan ekspedisi kami juga ingin berwisata gunung di siang hari. Nasib baik cuaca saat itu tidak terlalu panas dan mendung pun tidak.
Udara gunung yang segar dan sejuk mulai menyapa kami ketika kami berjalan menuju ke arah New Merapi yang sekaligus jadi pintu gerbang menuju gunung Merapi. Andri terlihat berjalan lebih cepat di depan karena dia ingin mengambil gambar kami yang berjalan beriringan melalui handycam-nya. Kondisi yang masih segar membuat anak-anak binaanku terkadang tidak menjaga ritme langkah mereka. Seolah saling tidak mau kalah mereka malah beradu cepat dalam berjalan dan terbukti 15 menit kemudian aku menjumpai Awan sedang ngos-ngos'an terduduk di aspal sambil bersandar di tas carriernya. " Capek ya? " tanyaku sambil tersenyum yang kemudian dibalas anggukan kepala dia. 10 meter dari tempat Awan berada Lukman dan Aji malah lagi tiduran di aspal...parah!
Akhirnya kami sampai juga di New Merapi, satu tempat yang sengaja di bangun Pemda Boyolali untuk para wisatawan dan pendaki yang akan melakukan pendakian melalui jalur ini. Sepintas lalu tempat ini biasa saja tapi tulisan New Merapi inilah yang terlihat unik karena dibuat dengan ukuran besar dan diletakkan dia atas bukit sehingga bisa terlihat dari Selo dan mirip sekali dengan tulisan HOLLYWOOD yang ada di Amerika sana.
Dari sini terlihat gunung Merbabu yang sudah tertutup awan di bagian puncaknya. Di kaki gunung Merbabu dan Merapi rumah-rumah dan bangunan di Selo terlihat kecil sementara dari kejauhan ladang dan kebun terlihat rapi tersusun di atas bukit dan lereng gunung. "Ah...indah sekali maha karya Tuhan ini" begitu batinku berucap. Saat aku masih mengagumi pemandangan itu, Uki sedang asyik melompat-lompat kecil untuk sekedar memanaskan otot-otot kakinya dan yang lain sedang asyik dengan kegiatannya sendiri-sendiri. Aji sibuk menelepon pacarnya, Awan dan Lukman asyik berfoto ria dengan berbagai pose, Andri sudah mulai membongkar tasnya untuk mengambil tripot sementara Eka dan Sri Asih dari tadi kulihat sudah menghabiskan 3 bungkus snack TARO!dasar cewek...hehehehehe! Kira-kira 1 jam kami berleha-leha di tempat itu. Entah kenapa kok rasanya berat untuk melangkah menuju ke arah jalan setapak yang sudah terlihat itu. Sudah terbayang di benakku rasa letih dan capek yang akan mendera kami. Manusiawilah perasaan itu tapi hal itu tidak boleh menyurutkan langkah kami. Setelah dirasa cukup, aku segera meminta mereka untuk segera bersiap-siap berjalan lagi.
" Pukul sepuluh sudah...it is time to go!" begitu pikirku. Tas carrier sudah berada di punggung kami masing-masing dan kami mulai berjalan. Setapak demi setapak jalan setapak kami lalui. Tanjakan demi tanjakan sudah kami daki dan kelokan demi kelokan pun sudah kami lewati. Nafas kami sudah mulai terdengar keras dan bunyi batuk-batuk kecil pun sudah mulai terdengar. Otot kaki pun mulai terasa kencang dan pegal...ah, inilah yang aku bayangkan tadi memang nyata terjadi. Aku melirik ke arah jam tangan G Shock yang melingkari pergelangan tanganku. Ternyata sudah pukul 13: 24. Jadi tanpa sadar kami sudah berjalan 3,5 jam meskipun di sela-sela perjalanan tadi kami sempatkan untuk beristirahat di tempat-tempat yang cukup nyaman untuk sekedar rebahan, makan snack dan merokok. " Hmm..waktunya makan siang nih! Aku kemudian memanggil Uki yang bertugas sebagai leader melalui pesawat HT dan memintanya untuk mencari tempat untuk makan siang. Tidak terlalu sulit bagi dia untuk melaksanakan tugas itu karena dia sudah cukup berpengalaman dalam mendaki gunung. Akhirnya dia bisa menemukan tempat yang cukup nyaman dan cukup rata. Entah di daerah mana ini tapi yang jelas aku ingat tadi sudah melewati pos 3. " Kita rehat dulu di sini...yang mau sholat silahkan yang mau makan dulu ya terserah. Pokoknya diusahakan supaya sholatnya jangan sampai bolong-bolong ya?" begitu aku mengingatkan anggota team dan ternyata dari 9 orang yang ada cuma 3 orang yang sempat sholat!Hahahahaha....kebiasaan jelek kita kan?
Makan dan rehat yang telah kami lakukan memang terasa sekali manfaatnya. Stamina yang sempat kedodoran sudah pulih kembali meskipun tidak 100 persen tapi lumayanlah untuk sekedar menyambung perjalanan menuju Watu Pecah ( Batu Pecah ). Kami sempat bertemu dengan sekelompok pendaki dar Jakarta tapi aku malah lupa menanyakan siapa nama mereka dan apa nama kelompoknya. Seingatku gambar yang ada di bendera mereka seperti gambar kelelawar tapi itupun aku tidak yakin juga. Mungkin ada yang mengenali mereka seperti yang ada pada gambar di atas ini? Kami hanya mengobrol beberapa saat saja dan kemudian kami berpisah. Di sepanjang jalan yang kami lalui terdapat banyak sekali petunjuk jalan yang menuju ke puncak yang dipasang oleh beberapa kelompok pendaki sebelumnya. Memang hal itu jadi memudahkan kami dalam mencari jalur ke atas meskipun secara estetika pemandangan itu malah membuat kotor gunung Merapi itu sendiri. Ironisnya, meskipun kami tahu tindakan itu salah tapi kami pun melakukan hal yang sama, yaitu ikut memasang penunjuk jalan di beberapa batang pohon di kiri kanan jalur itu. Motivasinya sederhana sekali, kami ingin nama kelompok kami dikenal oleh teman-teman pendaki yang lain. Naif sekali kan?
Langit mulai mendung ketika kulihat Uki dari kejauhan yang tampak kepayahan sekali dengan tas carrier yang dibawanya. tubuhnya yang ceking tampak kontras dengan tas carriernya yang tinggi hingga melampaui batas kepalanya. di belakang Uki ada Ajat yang juga lagi sibuk mencari sela-sela jalan dengan tujuan mendahului Uki. Mungkin dia takut kalau nanti kejatuhan tas carriernya Uki. Hebat juga Uki ini..meskipun kepayahan seperti itu tapi hampir tidak pernah dia mengeluh.Mungkin saja dia percaya dengan mitos yang sering beredar di kalangan pendaki kalau kita jangan suka mengeluh atau memang anak ini tidak suka mengeluh? Entahlah...yang jelas beda dengan aku yang sama-sama sering mendaki gunung tapi seringkali mengeluh ini dan itu dan penyakitku yang suka kumat kalau mendaki gunung adalah sering tertinggal di belakang. Salahku sendiri memang, malas untuk berolah raga. Makanya, aku lebih suka mengambil posisi sweeper di belakang. Selain lebih santai dalam berjalan yang paling penting adalah kelemahanku ini tidak diketahui oleh anak-anak didikku. Nampaknya Uki paham akan hal itu makanya dia menurut saja ketika aku tunjuk sebagai leader dalam team ini!Hehehehehe...
Sayup-sayup kudengar suara Uki yang mengatakan kalau di depan ada pohon tumbang yang melintang di jalan. Mungkin pohon itu roboh terkena angin tadi malam ketika hujan turun dengan lebatnya. Satu per satu anggota team melewati pohon tumbang itu. Ada yang merangakak lewat di bawahnya ada juga yang memilih untuk melewatinya dari atas. Harus hati-hati karena di sebelah kiri kami itu adalah jurang yang entah berapa meter kedalamannya karena tertutupi oleh semak belukar. Susah payah aku melompati pohon yang melintang dengan ketinggian 1 meter dari tanah ini. Mau merangkak luasnya cuma 40'an centimeter, mana muat? " Pohon apa ya ini, kok besar sekali? " pertanyaan yang aku rasa teman-teman yang lain sudah terlalu lelah untuk berpikir mencari jawabannya. Sementara hujan mulai turun...
Pukul 17:05, Watu Pecah - Gunung Merapi
Brrr.....dinginnya luar biasa ketika kami sampai di Watu Pecah, apalagi tadi di tengah perjalanan kami sempat diguyur hujan selama 1 jam. Angin bertiup dengan cukup kencang ketika kami sampai di tempat ini dan kabut pun mulai naik dari bawah menuju atas. Visibilitas kami hanya mampu menembus jarak 10 meter. Aku lihat termometer mini yang menyatu dengan sarung hand phone, terbaca di situ menunjukkan minus 10 derajat celcius. "Waduh..alamat nanti malam kami membeku nih!" keluhku. Tas carrier segera aku letakkan di bawah pohon dan aku langsung mengajak anggota team yang lainnya untuk mendirikan tenda di situ. Dengan sigap Ajat langsung mengeluarkan kapaknya yang berwarna merah dan merapikan akar-akar yang terlihat menonjol tajam, Lukman membantuku membuat Fly Sheet dari ponco lorengku supaya angin tidak terlalu kuat menghatam tenda kami sementara Uki dibantu oleh Awan mendirikan tenda dome. Aji terlihat mencari-cari dahan untuk dibuat pasak dan kayu bakar. The mountain angels, begitu kami menyebut Sri Asih dan Eka, mereka sedang menyiapkan peralatan masaknya dan khusus untuk Andri, kami beri kebebasan untuk melakukan pekerjaannya yaitu merekam dan memotret kegiatan kami saat itu. Semua nampak sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Terkadang terdengar suara saling memerintah satu sama lain...sedikit kacau memang! Mungkin karena kondisi kami yang sudah lelah lagi kedinginan sehingga emosi kami pun mudah terpancing. Untungnya kejadian-kejadian itu selalu bisa diredam dengan canda tawa kami sehingga suasana pun mulai cair kembali.
" Alhamdulillah.." akhirnya berdiri juga tenda-tenda itu. Ada tiga buah tenda yang kami bawa dalam ekspedisi ini dengan ukuran yang berbeda-beda. Tenda dome yang berukuran besar akan ditempati para " pejabat " penting seperti Uki, Andri dan aku ( hehehehe...), sedangkan Aji, Awan, Lukman dan Ajat menempati tenda dome yang berukuran sedang dan tenda dome yang paling kecil ditempati oleh Eka dan Sri Asih. Pada awalnya semua sudah menerima pembagian kapling ini tapi kemudian Awan, Aji dan Lukman geger karena Ajat suka kentut! Jadi mau tidak mau Ajat di evakuasi ke tenda kami dengan resiko bahwa nanti kamilah yang akan di kentuti oleh Ajat.Nasib...nasib...
Malam itu alam benar-benar tidak bersahabat dengan kami. Di luar sana, angin bertiup dengan amat kencangnya. Kalau menurutku ini sudah termasuk badai. Titik-tik air pun mulai turun melengkapi penderitaan kami malam itu. Suara angin yang menderu-deru seolah seperti suara hantu yang sedang menakuti kami. Tenda-tenda kami pun bergoyang-goyang seolah hendak terbang terbawa angin. Rencana api unggun gagal total dan makan malam pun terpaksa dilakukan dalam tenda masing-masing. Meskipun kami coba bercerita namun kekhawatiran masih bisa terbaca dari raut muka kami. Sleeping bag menjadi pilihan kami yang terakhir di saat mata dan pikiran kami mulai kelelahan karena didera rasa ketakutan. Kami pun mulai terlelap dengan mimpinya masing-masing, mimpi tentang puncak Garuda yang sedang berdiri dengan gagahnya sebagai simbol yang prestisius bagi para pendaki gunung Merapi. Di luar sana, angin dan hujan masih terus saja menggila. Selamat tidur kawan...mimpi indah malam ini!
25 Januari 2006, 08 : 20, Selo - Boyolali
" Bismillaahir Raahmanir Rahiim..." Begitu kuucapkan sebagai kalimat pembuka doa ketika kami melakukan doa bersama sebelum kegiatan pendakian kami ke gunung Merapi dimulai hari ini. Kalimat itu terasa sekali kekuatan magisnya ketika diucapkan dalam kondisi hati yang bersih dan sikap pasrah yang kita tunjukkan kepada Yang Maha Kuasa. Memang benar kata para pujangga yang mengakui bahwa kalimat dari Tuhan tidak ada bandingannya di dunia ini. Sesaat kemudian kami terdiam dalam suasana hening. Memohon perlindungan dan keselamatan kepada Allah SWT dan berharap semoga pendakian ke gunung Merapi bisa berjalan dengan lancar dan tanpa halangan. Doa pun selesai kami panjatkan dan perjalanana pun dimulai...
Maju berperang tanpa strategi adalah mati konyol dan melakukan pendakian tanpa sarapan terlebih dahulu adalah tindakan bodoh, maka langkah kami tujukan ke warung makan yang kebetulan memang banyak tersebar di sekitar pasar Selo. Menu yang kami santap pagi itu adalah nasi telur, sambel goreng tempe, sayur tumpang dan teh manis...alangkah sedapnya! Suasana sangat akrab terasa apalagi kami selingi dengan canda tawa dan joke-joke segar. Lagi-lagi Ajat yang menjadi korban bercandaan kami! Tak terasa kami hampir menghabiskan waktu 1 jam di warung itu. Sengaja kami buat santai perjalanan kami ini karena selain tujuannya untuk melakukan ekspedisi kami juga ingin berwisata gunung di siang hari. Nasib baik cuaca saat itu tidak terlalu panas dan mendung pun tidak.
Udara gunung yang segar dan sejuk mulai menyapa kami ketika kami berjalan menuju ke arah New Merapi yang sekaligus jadi pintu gerbang menuju gunung Merapi. Andri terlihat berjalan lebih cepat di depan karena dia ingin mengambil gambar kami yang berjalan beriringan melalui handycam-nya. Kondisi yang masih segar membuat anak-anak binaanku terkadang tidak menjaga ritme langkah mereka. Seolah saling tidak mau kalah mereka malah beradu cepat dalam berjalan dan terbukti 15 menit kemudian aku menjumpai Awan sedang ngos-ngos'an terduduk di aspal sambil bersandar di tas carriernya. " Capek ya? " tanyaku sambil tersenyum yang kemudian dibalas anggukan kepala dia. 10 meter dari tempat Awan berada Lukman dan Aji malah lagi tiduran di aspal...parah!
Akhirnya kami sampai juga di New Merapi, satu tempat yang sengaja di bangun Pemda Boyolali untuk para wisatawan dan pendaki yang akan melakukan pendakian melalui jalur ini. Sepintas lalu tempat ini biasa saja tapi tulisan New Merapi inilah yang terlihat unik karena dibuat dengan ukuran besar dan diletakkan dia atas bukit sehingga bisa terlihat dari Selo dan mirip sekali dengan tulisan HOLLYWOOD yang ada di Amerika sana.
Dari sini terlihat gunung Merbabu yang sudah tertutup awan di bagian puncaknya. Di kaki gunung Merbabu dan Merapi rumah-rumah dan bangunan di Selo terlihat kecil sementara dari kejauhan ladang dan kebun terlihat rapi tersusun di atas bukit dan lereng gunung. "Ah...indah sekali maha karya Tuhan ini" begitu batinku berucap. Saat aku masih mengagumi pemandangan itu, Uki sedang asyik melompat-lompat kecil untuk sekedar memanaskan otot-otot kakinya dan yang lain sedang asyik dengan kegiatannya sendiri-sendiri. Aji sibuk menelepon pacarnya, Awan dan Lukman asyik berfoto ria dengan berbagai pose, Andri sudah mulai membongkar tasnya untuk mengambil tripot sementara Eka dan Sri Asih dari tadi kulihat sudah menghabiskan 3 bungkus snack TARO!dasar cewek...hehehehehe! Kira-kira 1 jam kami berleha-leha di tempat itu. Entah kenapa kok rasanya berat untuk melangkah menuju ke arah jalan setapak yang sudah terlihat itu. Sudah terbayang di benakku rasa letih dan capek yang akan mendera kami. Manusiawilah perasaan itu tapi hal itu tidak boleh menyurutkan langkah kami. Setelah dirasa cukup, aku segera meminta mereka untuk segera bersiap-siap berjalan lagi.
" Pukul sepuluh sudah...it is time to go!" begitu pikirku. Tas carrier sudah berada di punggung kami masing-masing dan kami mulai berjalan. Setapak demi setapak jalan setapak kami lalui. Tanjakan demi tanjakan sudah kami daki dan kelokan demi kelokan pun sudah kami lewati. Nafas kami sudah mulai terdengar keras dan bunyi batuk-batuk kecil pun sudah mulai terdengar. Otot kaki pun mulai terasa kencang dan pegal...ah, inilah yang aku bayangkan tadi memang nyata terjadi. Aku melirik ke arah jam tangan G Shock yang melingkari pergelangan tanganku. Ternyata sudah pukul 13: 24. Jadi tanpa sadar kami sudah berjalan 3,5 jam meskipun di sela-sela perjalanan tadi kami sempatkan untuk beristirahat di tempat-tempat yang cukup nyaman untuk sekedar rebahan, makan snack dan merokok. " Hmm..waktunya makan siang nih! Aku kemudian memanggil Uki yang bertugas sebagai leader melalui pesawat HT dan memintanya untuk mencari tempat untuk makan siang. Tidak terlalu sulit bagi dia untuk melaksanakan tugas itu karena dia sudah cukup berpengalaman dalam mendaki gunung. Akhirnya dia bisa menemukan tempat yang cukup nyaman dan cukup rata. Entah di daerah mana ini tapi yang jelas aku ingat tadi sudah melewati pos 3. " Kita rehat dulu di sini...yang mau sholat silahkan yang mau makan dulu ya terserah. Pokoknya diusahakan supaya sholatnya jangan sampai bolong-bolong ya?" begitu aku mengingatkan anggota team dan ternyata dari 9 orang yang ada cuma 3 orang yang sempat sholat!Hahahahaha....kebiasaan jelek kita kan?
Makan dan rehat yang telah kami lakukan memang terasa sekali manfaatnya. Stamina yang sempat kedodoran sudah pulih kembali meskipun tidak 100 persen tapi lumayanlah untuk sekedar menyambung perjalanan menuju Watu Pecah ( Batu Pecah ). Kami sempat bertemu dengan sekelompok pendaki dar Jakarta tapi aku malah lupa menanyakan siapa nama mereka dan apa nama kelompoknya. Seingatku gambar yang ada di bendera mereka seperti gambar kelelawar tapi itupun aku tidak yakin juga. Mungkin ada yang mengenali mereka seperti yang ada pada gambar di atas ini? Kami hanya mengobrol beberapa saat saja dan kemudian kami berpisah. Di sepanjang jalan yang kami lalui terdapat banyak sekali petunjuk jalan yang menuju ke puncak yang dipasang oleh beberapa kelompok pendaki sebelumnya. Memang hal itu jadi memudahkan kami dalam mencari jalur ke atas meskipun secara estetika pemandangan itu malah membuat kotor gunung Merapi itu sendiri. Ironisnya, meskipun kami tahu tindakan itu salah tapi kami pun melakukan hal yang sama, yaitu ikut memasang penunjuk jalan di beberapa batang pohon di kiri kanan jalur itu. Motivasinya sederhana sekali, kami ingin nama kelompok kami dikenal oleh teman-teman pendaki yang lain. Naif sekali kan?
Langit mulai mendung ketika kulihat Uki dari kejauhan yang tampak kepayahan sekali dengan tas carrier yang dibawanya. tubuhnya yang ceking tampak kontras dengan tas carriernya yang tinggi hingga melampaui batas kepalanya. di belakang Uki ada Ajat yang juga lagi sibuk mencari sela-sela jalan dengan tujuan mendahului Uki. Mungkin dia takut kalau nanti kejatuhan tas carriernya Uki. Hebat juga Uki ini..meskipun kepayahan seperti itu tapi hampir tidak pernah dia mengeluh.Mungkin saja dia percaya dengan mitos yang sering beredar di kalangan pendaki kalau kita jangan suka mengeluh atau memang anak ini tidak suka mengeluh? Entahlah...yang jelas beda dengan aku yang sama-sama sering mendaki gunung tapi seringkali mengeluh ini dan itu dan penyakitku yang suka kumat kalau mendaki gunung adalah sering tertinggal di belakang. Salahku sendiri memang, malas untuk berolah raga. Makanya, aku lebih suka mengambil posisi sweeper di belakang. Selain lebih santai dalam berjalan yang paling penting adalah kelemahanku ini tidak diketahui oleh anak-anak didikku. Nampaknya Uki paham akan hal itu makanya dia menurut saja ketika aku tunjuk sebagai leader dalam team ini!Hehehehehe...
Sayup-sayup kudengar suara Uki yang mengatakan kalau di depan ada pohon tumbang yang melintang di jalan. Mungkin pohon itu roboh terkena angin tadi malam ketika hujan turun dengan lebatnya. Satu per satu anggota team melewati pohon tumbang itu. Ada yang merangakak lewat di bawahnya ada juga yang memilih untuk melewatinya dari atas. Harus hati-hati karena di sebelah kiri kami itu adalah jurang yang entah berapa meter kedalamannya karena tertutupi oleh semak belukar. Susah payah aku melompati pohon yang melintang dengan ketinggian 1 meter dari tanah ini. Mau merangkak luasnya cuma 40'an centimeter, mana muat? " Pohon apa ya ini, kok besar sekali? " pertanyaan yang aku rasa teman-teman yang lain sudah terlalu lelah untuk berpikir mencari jawabannya. Sementara hujan mulai turun...
Pukul 17:05, Watu Pecah - Gunung Merapi
Brrr.....dinginnya luar biasa ketika kami sampai di Watu Pecah, apalagi tadi di tengah perjalanan kami sempat diguyur hujan selama 1 jam. Angin bertiup dengan cukup kencang ketika kami sampai di tempat ini dan kabut pun mulai naik dari bawah menuju atas. Visibilitas kami hanya mampu menembus jarak 10 meter. Aku lihat termometer mini yang menyatu dengan sarung hand phone, terbaca di situ menunjukkan minus 10 derajat celcius. "Waduh..alamat nanti malam kami membeku nih!" keluhku. Tas carrier segera aku letakkan di bawah pohon dan aku langsung mengajak anggota team yang lainnya untuk mendirikan tenda di situ. Dengan sigap Ajat langsung mengeluarkan kapaknya yang berwarna merah dan merapikan akar-akar yang terlihat menonjol tajam, Lukman membantuku membuat Fly Sheet dari ponco lorengku supaya angin tidak terlalu kuat menghatam tenda kami sementara Uki dibantu oleh Awan mendirikan tenda dome. Aji terlihat mencari-cari dahan untuk dibuat pasak dan kayu bakar. The mountain angels, begitu kami menyebut Sri Asih dan Eka, mereka sedang menyiapkan peralatan masaknya dan khusus untuk Andri, kami beri kebebasan untuk melakukan pekerjaannya yaitu merekam dan memotret kegiatan kami saat itu. Semua nampak sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Terkadang terdengar suara saling memerintah satu sama lain...sedikit kacau memang! Mungkin karena kondisi kami yang sudah lelah lagi kedinginan sehingga emosi kami pun mudah terpancing. Untungnya kejadian-kejadian itu selalu bisa diredam dengan canda tawa kami sehingga suasana pun mulai cair kembali.
" Alhamdulillah.." akhirnya berdiri juga tenda-tenda itu. Ada tiga buah tenda yang kami bawa dalam ekspedisi ini dengan ukuran yang berbeda-beda. Tenda dome yang berukuran besar akan ditempati para " pejabat " penting seperti Uki, Andri dan aku ( hehehehe...), sedangkan Aji, Awan, Lukman dan Ajat menempati tenda dome yang berukuran sedang dan tenda dome yang paling kecil ditempati oleh Eka dan Sri Asih. Pada awalnya semua sudah menerima pembagian kapling ini tapi kemudian Awan, Aji dan Lukman geger karena Ajat suka kentut! Jadi mau tidak mau Ajat di evakuasi ke tenda kami dengan resiko bahwa nanti kamilah yang akan di kentuti oleh Ajat.Nasib...nasib...
Malam itu alam benar-benar tidak bersahabat dengan kami. Di luar sana, angin bertiup dengan amat kencangnya. Kalau menurutku ini sudah termasuk badai. Titik-tik air pun mulai turun melengkapi penderitaan kami malam itu. Suara angin yang menderu-deru seolah seperti suara hantu yang sedang menakuti kami. Tenda-tenda kami pun bergoyang-goyang seolah hendak terbang terbawa angin. Rencana api unggun gagal total dan makan malam pun terpaksa dilakukan dalam tenda masing-masing. Meskipun kami coba bercerita namun kekhawatiran masih bisa terbaca dari raut muka kami. Sleeping bag menjadi pilihan kami yang terakhir di saat mata dan pikiran kami mulai kelelahan karena didera rasa ketakutan. Kami pun mulai terlelap dengan mimpinya masing-masing, mimpi tentang puncak Garuda yang sedang berdiri dengan gagahnya sebagai simbol yang prestisius bagi para pendaki gunung Merapi. Di luar sana, angin dan hujan masih terus saja menggila. Selamat tidur kawan...mimpi indah malam ini!
Komentar